Disaat fokus perhatian publik (tak terkecuali para kader-kader IPNU-IPPNU) tertuju pada satu fenomena besar Covid-19, fenomena yang memiliki kompleksitas permasalahan baik dalam skala mikro maupun makro ini, faktanya dari terjadinya wabah ini selalu ada pelajaran yang bisa dipetik.
Terlepas dari intensitas bahaya persebaran virus, pandemic Covid-19 ini membuat saya lebih giat dalam menjaga kesehatan, terutama untuk sekedar rutin melakukan cuci tangan. Jujur ini merupakan suatu kemajuan besar dalam hidup saya dan mungkin juga bagi sebagain besar manusia di dunia.
Disaat yang lain, muncul meme dibeberapa postingan bahwa generasi saat ini adalah generasi yang paling untung. Mereka tidak harus mengangkat senjata atau bertempur melawan penjajah, cukup rebahan di atas kasur empuk seharian sudah bagian dari bela negara. Setidaknya dengan rebahan kita bisa menekan angka persebaran wilayah Covid-19 ini, Rekan/Rekanita.
Kemudian, teman saya beberapa waktu yang lalu sempat bercengkrama dengan beberapa orang pelaku usaha kecil. Niat awal hanya untuk mengobrol sebentar dan membeli barang, pembicaraan justru beralih dan mereka bercerita banyak tentang “ramai-ramai virus corona” ini. Mereka mengeluh tentang dampak pandemi ini terhadap kebutuhan ekonomi sehari-hari. Agaknya mereka pesimis dengan pendapatan, namun apaboleh buat mereka harus tetap berangkat bekerja demi kebutuhan makan esok hari. Sempat muncul perkataan yang menggugah hati saya, “Yang harus diprioritaskan itu sebenarnya generasi muda, kalaupun korban banyak berjatuhan, biarkan orang-orang tua seperti saya yang terkena, mas”. Dalam hati teman saya, luar biasa sekali bapak ini.
Lebih jauh mereka juga tidak terlalu berharap dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, mereka bersyukur seandainya mendapat bantuan. Kalaupun tidak, semoga bantuan itu didapatkan oleh orang yang lebih tepat. Pembicaraan saat itu lebih didominasi pada ungkapan yang keluar karena perasaan keluh kesah alih-alih bahagia karena ada pembeli.
Sebagai bagian dari warga negara, terkhusus pelajar/mahasiswa, patut bagi kita untuk mengetahui keadaan sebenarnya yang terjadi, terutama jika ditinjau dari beberapa subyek penting, yaitu masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu izinkan saya untuk sedikit menggeser pembahasan ke ranah yang lebih luas diantara hubungan keduanya itu.
Sebelum isu pandemi ini seperti sekarang, pemerintah pada awalnya megganggap remeh, bahkan menghasilkan kebijakan yang terkesan blunder dengan memberi insentif pariwisata kepada beberapa pihak. Pemerintah justru melakukan penanganan awal yang kurang tepat, di saat yang bersamaan banyak negara di dunia gencar melakukan upaya pencegahan agar virus ini tidak semakin menyebar luas.
Saat ini pemerintah juga menganggarkan dana sebesar 405,1 Triliun yang telahdigelontorkan dari APBN untuk penanganan covid-19. Dana ini belum termasuk anggaran yang juga di realokasikan oleh Pemerintah di tingkat daerah. Melihat besarnya anggaran, perlu bagi kita untuk terus mengawal implementasi kebijakan ini agar dapat tersalurkan secara maksimal.
Dua hari yang lalu, muncul rilis di ruang publik yang berjudul “8 Duka Rakyat” dari beberapa organisasi masyarakat sipil yang menghimbau untuk mengibarkan bendera setengah tiang selama 8 hari (4-12 April 2020), sebagai duka cita untuk: (1) Banyaknya tenaga medis dan warga negara yang meninggal akibat kebijakan negara yang buruk menghadapi wabah covid-19, (2) Tetap berlanjutnya pembahasan RUU Omnibus Cipta Kerja antara DPR dan Pemerintah sementara RUU Masyarakat Adat, RUU PRT, dan RUU PKS terus ditunda, (3) Konflik Agraria, kekerasan, kriminalisasi Masyarakat Adat dan petani yang tak juga berhenti bahkan ditengah wabah melanda, (4) Banyaknya buruh yang diupah rendah bahkan di PHK, (5) Bencana ekologis yang terus menghantui, akibat kebijakan negara yang hanya peduli keselamatan bisnis korporasi, (6) Semakin tidak berdayanya KPK dan rencana dibebaskannya 300 koruptor oleh Pemerintah, (7) Penjahat HAM yang tak kunjung diadili, (8) Korporasi besar dapat subsidi sementara rakyat dibiarkan mati menghadapi pandemi. Rilis tersebut diunggah oleh YLBHI pada hari Jum’at (03/04) di akun instagram @yayasanlbhindonesia.
Namun, sebagai kader IPNU-IPPNU sudah seyogyanya kita mendukung upaya pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang timbul dari wabah ini. Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin tentu dapat dipastikan bahwa mereka akan mengupayakan yang terbaik untuk rakyat Indonesia. Di tengah permasalahan ini, tentu dukungan dari semua pihak, termasukd dari IPNU-IPPNU sebagai generasi muda sangat diperlukan. Kita tidak perlu menambah keruhnya ruang publik dengan mencaci kejelekan siapapun, termasuk kepada pemerintah.
Sebagai masyarakat, sebenarnya kita mempunyai legal standing yang cukup jelasdalam berperan aktif untuk mengisi beberapa ruang publik yang kosong. Sebagai masyarakat, kita bisa aktif membantu dan saling menjaga warga yang kurang mampu, pelaku usaha transportasi daring, pekerja informal, dan masyarakat lain yang rentan terdampak covid-19 ini entah itu secara langung maupun melalui platform online.
Pada akhirnya keputusan tetap berada di tangan kita semua, artinya, tidak cukup jika hanya mengandalkan kebijakan pemerintah. Perlu dukungan dari masyarakat secara luas untuk menghadapi wabah pandemi covid-19 ini. Akhir kata seperti yang disampaikan Yuval Noah Harari dalam artikel di Financial Times,
“Umat manusia harus membuat pilihan. Apakah kita akan berjalan menurun menuju perpecahan, atau apakah kita akan memilih jalur solidaritas global? Apabila kita memilih perpecahan, ini tidak hanya akan memperpanjang krisis, tapi juga mungkin akan melahirkan bencana yang lebih buruk di masa mendatang. Apabila kita memilih solidaritas global, itu akan menjadi kemenangan tak hanya terhadap virus Corona, tapi juga terhadap seluruh epidemi dan krisis yang mungkin menimpa umat manusia di abad 21”.
Tentu kita menginginkan yang terbaik untuk keberlangsungan hidup umat manusia. Di samping itu, kini sudah muncul iklan sirup Marjan yang menandakan bulan ramadhan akan segara tiba. Apa jadinya jika virus ini terus berlangsung hingga bulan ramadhan bahkan sampai syawal/hari raya idulfitri?
#dirumahaja #diamdirumahlebihbaik
Penulis : Ahmad Syafi’i Sulaiman