Sebagai generasi muda NU, kader-kader IPNU-IPPNU seyogyanya memahami berbagi persoalan dan tantangan NU dewasa ini. Peluang, tantangan dan Strategi gerakan NU di era global perlu dijadikan materi kajian yang komprehensif di jenjang pengkaderan formal.
Sebelum membahas lebih jauh, kader IPNU-IPPNU perlu mengingat dulu tujuan NU berdasarkan khittahnya, sebagai berikut: (a) meningkatkan hubungan antar ulama dari berbagai mazhab Sunni; (b) meneliti kitab-kitab di pesantren untuk menentukan kesesuaiannya dengan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (orang-orang yang mengikuti sunah Nabi SAW dan masyarakat Muslim) mendakwahkan Islam berdasarkan ajaran empat mazhab; mendirikan madrasah; (c) mengurus masjid, tempat-tempat ibadah dan pondok pesantren; (d) mengurus yatim piatu dan fakir miskin; (e) membentuk organisasi untuk memajukan pertanian, perdagangan dan industri yang halal menurut hukum Islam.
TANTANGAN DAN STRATEGI NU
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia dihadapkan pada tantangan yang semakin berat, dalam bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, politik dan keagamaan. Perubahan zaman menuntut NU untuk melakukan berbagai pembenahan. Pengamat NU dari Jepang, Mitsuo Nakamura, mengungkapkan tantangan terbesar NU saat ini, adalah mengatasi masalah kemiskinan. “Masalah utama yang dihadapi mayoritas Muslim di Indonesia adalah kemiskinan”.
Strategi yang harus dilakukan oleh NU sebagai berikut: (1) turut membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan, sesuai dengan khittahnya. NU harus berperan penuh dalam mengurus yatim piatu dan fakir miskin dan membentuk organisasi yang memajukan pertanian, perdagangan, dan industry yang halal menurut hukum islam, terlebih sebagaian besar warga NU dari 45 juta orang berada dari kawasan yang teringgal; (2) semakin banyaknya pengguran, peran aktif dari organisasi NU dalam ikut secara aktif menelurkan pengusaha-pengusaha muda, melalui wirausaha sangat dibutuhkan; (3) NU harus bisa menjadi kelompok Islam yang menunjukkan disiplin dalam ibadah. Kedisiplinan itu dalam bentuk kebersihan, ketertiban, dan keteraturan.
Dirjen Bimas Islam, Prof Nasaruddin Umar, pernah menegaskan, salah satu tantangan NU di masa depan adalah pembentukan generasi baru yang lebih berkualitas guna mengantisipasi perkembangan zaman. Selain itu, papar dia, institusi NU telah banyak yang termakan usia, sehingga diperlukan pembenahan di berbagai bidang, misalnya, pendidikan.
Sudah saatnya NU berada di tangan manajemen yang profesional. ”Kita bukan hanya memerlukan leader, tapi juga memerlukan manager. Banyak leader yang baik, tapi kita butuh pemimpin yang mampu sekaligus menjadi manager. Leader-manager harus menyatu dalam sesosok pemimpin. Hal ini juga berlaku bagi badan-badan otonom NU.”
Pengamat sosial yang juga Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Prof Imam Suprayogo, mengungkapkan, di era globalisasi ini, NU menghadapi banyak tantangan:
Bidang pendidikan, adanya tuntutan kualitas yang semakin tinggi. Masyarakat yang semakin modern menuntut produk-produk pendidikan yang semakin berkualitas, kompeten dan terukur.
Diakui dalam bidang sosial, NU dalam perjalanan sejarahnya selalu tampil di depan. ”Persoalan sosial, politik, ekonomi dan lain-lain semakin kompleks dan berkembang semakin cepat. Namun NU tidak boleh hanya berkutat pada peroalan sederhana yang dari tahun ke tahun sudah dibahas. Misal, hanya sibuk ngurus soal hukum rokok dan semacamnya,”
Bidang dakwa, agar pendekatan kultural yang dilakukan NU perlu dipertahankan. Kegiatan-kegiatan kultural seperti kegiatan tahlil, diba’, shalawat, khatmul quran, pujian menjelang shalat, riyadhoh, istighotsah, semua itu adalah bentuk dakwah yang luar biasa. Meski begitu, NU harus menjamah wilayah dakwah yang luas dan beranekaragam itu.
Pengamat politik Islam, Fachry Ali, mengungkapkan, NU harus siap menghadapi modernisasi jika muncul otonomi individu. Menurutnya, munculnya otonomi individu dipercepat oleh proses politik. “Inilah tantangan terbesar. Di tengah percaturan dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, organisasi massa Islam yang mengantongi jutaan jamaah seperti NU, sulit menghindari munculnya berbagai godaan politik praktis. NU masih akan menjadi pemandangan yang sangat menggiurkan partai-partai politik. Namun NU harus jauh total dari politik. Begitu terjun ke dunia politik, akan ada kepentingan-kepentingan tertentu yang dapat merusak, akan cenderung melawan siapapun juga”.
Agar tetap menjadi ormas Islam terbesar yang tetap berwibawa, NU harus terpisah total dari politik. “Janganlah memilih pemimpin dari dunia politik. Syuriah bersih dari politik, sehingga respek orang kuat terhadap para pemimpinnya. Pemimpinnya dianggap sebagai begawan. NU memerlukan pemimpin yang tidak tergoda politik”.