/1/
menjadi murid bagi langit berarti
diam dalam kedipan doa-doa sunyi.
tak sekalipun menggerakkan mulutnya;
pun ujung rambutnya.
yang menghamba pada khusyu’
dalam dekapan selembar sajadah
yang dibentangkan di atas lututnya sendiri.
mengiba akan ranting patah yang berguguran
Dsn. Bukur, yang sejak malam kemarin ia teriaki
hingga menjadikannya budak kelam bagi kenangan.
/2/
tidak ada batas waktu dalam hitungan malam
seluruhnya terangkum dalam detak jantung kedua tangan.
dzikir yang dilantunkannya tak lebih dari ocehan.
untuk apa menghadap, jika langkah memihak pada sesat?
tubuh menunduk, mata terkantuk.
berjam-jam lamanya ia diam.
sayangnya, langit mulai terang.
hingga fajar tiba, dan air laut mulai pasang
ia pun masih dalam keadaan tenggelam.
/3/
senja tak pernah sanggup
meringkas hari dengan sempurna.
seperti yang pernah dilakukan malam
ketika salah seorang mengenang janji api
yang menyala terang di ubun-ubun kepala
hingga membuatnya mematung di atas kuburan
tempatnya terlelap kini
memikirkan apa yang akan terjadi esok hari.
/4/
gugurnya dedaun pada ranting menandakan,
bahwa tak lama lagi adalah musim air mata
lembar sajadah telah digulung;
kepala mulai mendongak;
malam mulai cerah, tak lagi menghitam
dan dari celah langit,
diam-diam Ia mengamini doa-doanya.
Lirboyo, 26 Desember 2020
Oleh: Elkaf (Santri PP Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri)