Tim Instruktur adalah tim yang mampu mengkordinir, melatih, dan mendoktrinasi pelatihan kader pada setiap tingkat kepengurusan, demikianlah yang tercantum dalam Peraturan Organisasi (PO) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Hasil Rakernas IPNU di Jakarta tahun 2016 lalu. Jika dipikir lebih dalam, sesungguhnya tugas dari Tim Instruktur sangatlah berat. Pasalnya, sebelum mereka melatih dan mendoktrin kader, mereka harus terlebih dahulu memiliki jiwa kader militan dan tidak lagi berpikir sebagaimana anggota yang baru saja lulus Makesta.

Tim Istruktur sudah tidak lagi meminta didampingi atau dikawal, namun merekalah yang harus saatnya mendampingi dan mengawal. Tentu saja sesuai dengan wilayah mereka masing-masing. Menyoal tentang Tim Instruktur, Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU-IPPNU Kecamatan Ngronggot dinilai telah sukses mewujudkan hal tersebut. Betapa tidak, sejak lima periode terakhi ini, PAC yang berada di ujung timur Kabupaten Nganjuk tersebut telah berturut-turut sukses menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Pelatih (Dikpel) sebagai solusi terbatasnya jumlah SDM Tim Pelatih (Tim Instruktur) dari Pimpinan Cabang (PC).

Sudah menjadi adat/kebiasaan, bahwasa setiap terjadi pergantian kepengurusan di PC, pasti Tim Pelatih juga akan mengalami pergeseran. Seakan-akan hilang satu per satu. Maka dari itu, agenda rutin PAC IPNU-IPPNU Kec. Ngronggot yang disebut dengan Dikpel tersebut dirasa sangat tepat untuk selalu diselenggarakan untuk mewujudkan PAC yang mandiri.

Sebenarnya, keberadaan Tim Instruktur di lingkup PAC ini sudah diatur dalam Peraturan Organisasi IPNU, yaitu Keputusan Rakernas no. 07/Rakernas/IPNU/XII/2016 Pasal 15 sebagai berikut:

Pasal 15

  1. Tim Instruktur Kaderisasi Anak Cabang dibentuk oleh PAC dan disahkan dengan SK PAC IPNU.
  2. Tim Instruktur anak cabang sebagaimana ayat (1) beranggotakan sekurang-kurangnya 7 orang. 
  3. Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PAC, atau kader IPNU di luar kepengurusan struktural PAC, dengan syarat: a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi; b. sudah bersertifikasi menjadi Instruktur; c. sudah bersertifikasi LAKMUD; d. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan fasilitasi.
  4. Tim Instruktur Kaderisasi Anak Cabang dipimpin oleh Wakil Ketua PAC yang membidangi kaderisasi. 
  5. Tim Instruktur Kaderisasi Anak Cabang bertugas: a. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam memetakan potensi kaderisasi di daerah kerjanya; b. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi pelaksanaan program kaderisasi pada daerah kerja yang bersangkutan; c. memfasilitasi pendidikan kader MAKESTA, dan pelatihan-pelatihan lainnya di daerah kerja yang bersangkutan; d. mendoktrin kader MAKESTA; e. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program kaderisasi di daerah kerja yang bersangkutan.
  6. Tim Instruktur anak cabang bertanggung jawab kepada Ketua PAC

Dalam ayat satu sudah sangat jelas bahwa PAC memiliki kewenangan yang sah untuk membentuk dan menetapkan Tim Instrukturnya sendiri. Mengenai jumlah Tim Instruktur, yaitu sekurang-kurangnya 7 orang (ayat 2), sejak 5 periode terakhir ini PAC IPNU-IPPNU Kec. Ngronggot telah sukses melampaui batasan tersebut. Alumni Dikpel dari masa ke masa tidak pernah kurang dari 7 orang; pada tahun 2013 sejumlah 18 orang, pada tahun 2015 sejumlah 16 orang, dan pada tahun ini (2017) berjumlah 30 orang. Dan setiap selesai menyelenggarakan Dikpel, PAC Ngronggot langsung menetapkan mereka sebagai Tim Pelatih Makesta dalam periode tersebut masing-masing.

Namun, ada satu hal yang hingga kini masih belum bisa diterapkan secara disiplin oleh PAC IPNU-IPPNU Kec. Ngronggot, yaitu mengenai syarat anggota Tim Instruktur harus memiliki sertifikat LAKMUD. Alasannya adalah sering terjadi fenomena bahwa kader-kader alumni LAKMUD, setelah selesai pelatihan, selalu banyak yang hilang (tidak aktif), entah karena kuliah di luar kota atau karena sibuk dengan sekolah/kerjanya masing-masing. Kemudian bersamaan dengan itu, malah muncul kader-kader militan baru (yang belum LAKMUD), yang secara kualitas mereka lebih berkompeten untuk menjadi Tim Instruktur.

Konsekuensinya, PAC IPNU-IPPNU Kec. Ngronggot lantas memiliki metode tersendiri dalam penjaringan kader sebagai calon Tim Instruktur. Secara tidak langsung, tetap saja mengacu pada pasal 15 ayat 3 di atas, namun lebih mengutamakan poin a (memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi) dan d (memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan fasilitasi).

Sebenarnya, setelah ditetapkannya PO tentang Sistem Kaderisasi yang merupakan Produk Hukum hasil Rakernas 2016 di Jakarta, setiap anggota Tim Instruktur harus ‘bersertifikat Instruktur’, dan yang dimaksud sebagai ‘sertifikat instriktur’ tersebut adalah sertifikat dari Latihan Instruktur (LATIN) yang (seharusnya) diselenggarakan oleh PC, gabungan beberapa PC, atau Pimpinan Wilayah (PW). Namun, kembali lagi pada persoalan klasik di IPNU-IPPNU Kab. Nganjuk, yaitu peraturan dari Pusat akan mengalami penyesuaian dengan situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan, yang akhirnya memperbolehkan segala bentuk solusi asalkan tidak keluar dari tujuan awal dan dari hal-hal yang bersifat prinsip dan mendasar.

Kemudian, apakah hal tersebut benar-benar diperbolehkan atau tidak? Menurut penulis, itu boleh. Namun, jika pembaca memiliki pendapat yang berbeda, itu merupakan hal yang wajar dan sah-sah saja. Tetapi solusi mana yang lebih logis dan efektif, serta telah terimplementasikan di lapangan, maka dialah yang berhasil. Jadi bukan hanya teori, namun juga praktek![]

Catatan: Kapasitas Alumni Dikpel adalah sebagai fasilitator dalam Makesta saja!

Penulis: M. Syarifuddin