/1/
Mengaca pada cermin saat ini adalah kebodohan
Gambar yang ditampilkannya tidak menunjukkan arti sebenarnya
Di ambang pintu kamar, aku mengkhayal
Mungkinkah suatu saat nanti kaca itu menampilkan fakta?
/2/
Dalam dekapanku, ada sebuah buku yang tak pernah usai kubaca
Isinya tentang apa yang terjadi hari ini: rintihan, teriakan, dan air mata
Penulisnya bukan penyair, dan pembacanya juga bukan sastrawan
Penulisnya asal saja menulis. Pembacanya asal saja membaca.
Maka, layakkah itu disebut fakta?
/3/
Sore itu, Ayah pulang lebih cepat
Seperti tidak ada beban di pikirannya
Raut wajahnya menggambarkan keteduhan, menatap halaman luas dan jalan raya yang penuh dengan teriakan
Salah seorang tak dikenal melintas di depan pagar rumah kami
Aku bertanya pada Ayah, “Apakah mereka sedang berdemo, Yah?”
“Tidak, Nak. Mereka turun ke jalan untuk mencari uang ,” jawab Ayah.
/4/
Dari sekian banyak penghuni bumi, Ayah adalah satu-satunya orang yang bisa aku percayai
“Jika saat ini kamu ingin hidupmu tenang, Nak,” kata Ayah.
“Jangan bercermin pada kaca, yang mengabarkan berita-berita yang tidak sesuai dengan wajah aslinya.”
“Jangan membaca buku, yang tidak menjelaskan sesuatu secara mendetil padamu.”
“Kamu tidak ingin menjadi orang bodoh, kan, Nak?” tanya Ayah padaku.
“Tidak, Ayah.”
“Maka, bercerminlah pada kebenaran, dan bacalah semesta yang megah ini dengan mata kepalamu sendiri, bukan sekadar tahu, lantas menyalahkan,” Ucap Ayah seraya memelukku erat.
Warung Cak Imin, Nganjuk, 18 Juli 2021
–
Penulis bernama Mohamad Hasan Alkafrowi. Akrab disapa dengan Elkaf. Lahir di Nganjuk pada tanggal 21 Juli 2001. Menulis sejumlah puisi dan cerpen yang telah diantologikan dalam buku. Salah satu kumpulan puisinya, “Setangkai Kata di Ujung Cerita” sukses diterbitkan oleh penerbit Jendela Sastra Indonesia, dan juga cerpennya, “Untukmu, Haura Humairo’ku. Juga sukses diterbitkan oleh penerbit Guepedia. Bisa dihubungi lewat email mhasanalkafrowi17@gmail.com atau lewat nomor 0858 8854 0423 (WA) atau di akun IG-nya @elkaf17