Ada salah satu pendapat yang mengatakan bahwa: “Santri itu pilihan dan mutamayyiz (istimewa)”. Mengapa dikatakan demikian? Ya, karena pada dasarnya, seorang santri adalah orang yang datang untuk belajar dan memperdalam ilmu agamanya dan tinggal di sebuah tempat yang disebut dengan pondok pesantren yang berada di bawah asuhan para ustadz dan kyai.
Disebut sebagai orang pilihan karena ia dipilih oleh Allah untuk mempelajari agama islam lebih dalam. Sayangnya, akhir-akhir ini ada sebuah dogma yang mengatakan bahwa orang-orang yang tinggal di pesantren adalah orang-orang yang nakal. Orang-orang yang “ditelantarkan” oleh orang tua mereka karena sudah tidak sanggup mengurusnya di rumah. Artinya, pesantren digunakan sebagai “sekolah” terbaik bagi orang tua yang “gagal” mengurus anak-anaknya.
Namun, lambat laun persepsi ini dengan sendirinya tergeser oleh realita dan fakta yang ada, dimana santri secara tidak langsung menunjukkan potensi yang luar biasa, bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa santri bisa lebih hebat dari tamatan sekolah-sekolah formal di luar sana. Bahkan, bukanlah suatu hal yang berlebihan andai dikatakan bahwa santri adalah calon-calon pemimpin umat ketika sudah pulang ke rumahnya nanti.
Dari sekian banyaknya lulusan pondok pesantren yang sudah tidak diragukan lagi kredibilitas keilmuannya, harusnya bisa menciptakan suatu tatatan negara yang lebih baik lagi ke depannya. Harusnya, santri ketika pulang nanti bisa menjadi seperti apa yang dimaqolahkan oleh ulama’, yaitu: “شُبَّانُ اْليَوْمِ رِجَالُ اْلغَدِّ”. Artinya, “Pemuda/santri masa kini adalah pemimpin esok hari”. Maqolah tersebut menunjukkan bahwa yang memimpin bangsa ini di masa mendatang adalah para pemuda atau santri saat ini, bukan hanya pelajar, ataupun mahasiswa, tetapi juga santri.
Berapa banyak pondok pesantren yang mencetak para santri yang intelektual dan berkualitas untuk bergerak di bidang kepemimpinan. Keterlibatan para santri dalam dunia politik, bisnis dan ragam profesi lainnya menunjukkan bahwa santri siap bersaing dengan para pemuda di luar sana, siap bersaing dengan segala bentuk ketidakmungkinan yang akan terjadi di kemudian hari.
–
Penulis bernama asli Dina Kamila. Kesibukannya saat ini adalah menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Al-Huda, Bonggah.